Rabiah al-Adawiyah adalah seorang wanita yang alim, ahli ibadah hidup pada masa ke khalifahan bani Abbasyiyah. Kecantikan parasnya menjadikan banyak lelaki tertarik dan berharap dapat menjadi istrinya. Suatu ketika, Abdul Wahid bin Zayid, seorang sufi yang hidup sezaman dengan Rabiah, mengajukan pinagan kepadanya. Tapi, pinangan itu ditolak. Rabiah mengatakan, "Wahai saudaraku, carilah perempuan lain. Apakah engkau melihat adanya satu tanda-tanda sensualitas pada diriku ?"
Abdul Wahab menjawab,
"Sungguh, aku sangat tertarik padamu karena keindahan matamu."
Mendengar jawaban itu, Rabiah lantas masuk ke kamarnya dan tak lama kemudian keluar dengan membawa bungkusan dari sapu tangan dan mukanya ditutup dengan kain yang berlumuran darah segar seraya berkata kepada Abdul Wahid Zayd, "Inilah mataku yang engkau sukai, yang menjadikan engkau terlena dan berdosa. Aku berikan mataku kepadamu agar engkau terhenti dari maksiat sebab mataku ini. "
Begitulah Rabiah, ternyata dia masuk kamarnya untuk mencukil matanya sendiri yang indah itu karena merasa bahwa matanya telah menjadi sebab orang lain tertarik kepadanya dan itu dia anggap sebagai penyebab kemaksiatan. Dan menurutnya, agar orang lain tak melakukan maksiat lagi, dia mencukil matanya dan diberikan kepada orang yang menyukainya, agar matanya tak menyebabkan dosa bagi dirinya dan orang lain.
(Lantas, bagaimana dengan gadis-gadis dan wanita-wanita zaman reformasi ? Yang mereka justru menghias matanya agar terlihat elok menawan dan menarik perhatian orang lain.)
Di lain waktu, datanglah Muhammad bin Sulaiman al-Hasyimi, seorang amir Abbasyiyah dari tanah Basrah dengan maksud untuk meminangnya pula. Untuk menarik hati Rabiah, ia memberi iming-iming mahar perkawinan sebesar seratus ribu Dinar dan menjanjikan sepuluh ribu Dinar setiap bulan dari pendapatannya.
Namun bagaimana sikap Rabiah ? Apakah dia menerima pinangan Muhammad bin Sulaiman al-Hasyimi ?
Yang terjadi justru Rabiah berkata " Sungguh, aku tidak merasa senang jika engkau menjadi budakku dan semua yang engkau miliki kau serahkan kepadaku, atau engkau akan menarik kecintaanku kepada Allah meskipun hanya sebentar."
(Subhanallaah....
Adakah di zaman sekarang gadis seperti Rabiah ? Yang tidak terlena oleh iming-iming gemerlap serta hingar-bingar kekayaan dunia namum lebih memilih kecintaannya kepada Allah ? Sungguh, kalau ada aku ingin bertemu dengannya.")
Dan tawaran pinangan terakhir untuk Rabiah datang dari gurunya sendiri, Hasan al-Bashri. Rabiah setuju, tapi dengan menagjukan empat syarat. Apabila Hasan al-Bashridapat menjawab pertanyaan Rabiah dengan benar, maka kan diterima pinangan itu.
Rabiah berkata, " Apakah kesaksian yang akan di berikan orang-orang saat menjelang pemakamanku ketika aku mati nanti ? Akankah mereka bersaksi aku mati dalam keadaan Islam atau murtad ?"
(Dalam adat jawa, ketika menjelang pemakaman biasanya pak Modin bertanya kepada masayarakat penta'ziyah tentang kesaksian mereka atas si mayit, misalnya bertanya " Poro rawuh sedoyo, mayit punika Islam nopo Murtad ?" ( Hadirin semua, mayit ini Islam atau Murtad ?) Lantas masyarakat akan menjawab "Islam".
Hasan menjawab ,Wallahu a'lam...(Allah Yang Maha Mengetahui)
Rabiah bertanya lagi, "Ketika dalam kubur nanti Malaikat Munkar-Nakir menanyaiku "Siapa Tuhanmu ?", dapatkah aku menjawabnya ?
Hasan menjawab lagi ,Wallahu a'lam...(Allah Yang Maha Mengetahui)
Rabi'ah bertanya lagi, "Ketika semua manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar pada Yaumul Hisab nanti, semua orang aka menerima buku catatan amal dari tangan dan kiri, (Orang mukmin menerima buku catatan amal dari tangan kanan,sedangkan orang kafir menerima buku catatan amal dari tangan kiri ) bagaimana denganku ? Akankah buku catatan amalku kuterima dengan tangan kananku ?
Hasan pun menjawab," Hanya Allah Yang Maha Mengetahui."
Rabi'ah bertanya lagi, "Di Hari Perhitungan nanti, Sebagian orang akan di masukkan ke Syurga dan sebagian ke Neraka, bagaiman denganku ?
Hasan pun lagi-lagi menjawab dengan jawaban yang tak jauh beda.
Karena Hasan tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan Rabi'ah, maka Hasan pun harus menerima kalau pinangannya di tolak karen Rabi'ah lebih memilih Allah sebagai kekasih sejatinya.
Daftar pustaka :
Syeich Muhammad Amin Al-Kurdiy (Tanwirul Qulub)
Syeich Usman bi Ahmad As-Syakir (Durrotu An-Nashihin)
Taufiqurrahman Al-Azizy (Bumi Bidadari)
Tag :
Kisah-kisah
0 Komentar untuk "Kisah Rabi'ah al-Adawiyah"